Ramalan Kitab Jangka Jayabaya. Dalam perjalanan sejarah
nusantara, nama Kediri tak bisa dipisahkan dari tokoh yang sangat
terkenal dan melegenda, yakni Prabu Jayabaya yang bergelar Sri Maharaja
Sri Warmmeswara Madhusudana Wataranindita Parakrama
Digjayottunggadewanama Jayabhayalancana.
Jayabaya adalah tokoh yang melahirkan kitab ramalan yang hingga kini
masih dianggap memiliki 'tuah' dan dipercaya masih berlaku, yakni Jangka
Jayabaya. Salah satu ramalan Jayabaya yang paling kesohor adalah soal
para pemimpin negeri ini. Ramalan Jayabaya menyebut bahwa pemimpin
Indonesia yang berarti presiden adalah No-To-No-Go-Ro.
Banyak yang percaya dan meyakini dengan ramalan tersebut. Hal ini karena
pemimpin di negeri ini sesuai dengan apa yang ditulis Jayabaya, yakni
Notonogoro. Namun selain Notonogoro, Raja Kediri ini juga memiliki
beberapa ramalan lainnya. Ramalan itu pun diyakini dan benar-benar
terjadi.
Berikut beberapa ramalan Jangka Jayabaya yang sudah terbukti terjadi di Tanah Air:
1. Jawa Akan Terpecah-Pecah
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prof Arysio Santos, Ph.D dalam
bukunya Atlantis The Lost Continent Finally Found disebutkan atlantis
adalah negeri tropis yang berlimpah mineral dan kekayaan hayati.
Namun segala kemewahan itu lenyap tersapu bencana maha besar yang
memisahkan Jawa dari Sumatera, menenggelamkan lebih dari separuh wilayah
nusantara. Kejadian itu diperkirakan pada 11.600 tahun yang lalu.
Apa yang diteliti oleh Arysio tersebut menurut ahli sejarah Kediri, Ki
Tuwu sebenarnya sudah dijelaskan dalam Kitab Jangka Jayabaya.
"Itu masuk dalam periodesasi zaman besar kedua yang disebut dalam Jangka
Jayabaya adalah Zaman Kalijaga artinya zaman tumbuhan. Di Jawa yang
saat itu masih menyatu dengan pulau-pulau lain mengalami perubahan,
yakni terpecah menjadi pulau-pulau kecil," kata Ki Tuwu.
2. Pulau Jawa Sering Terjadi Banjir
Ramalan ini benar-benar terjadi parah di pulau Jawa hingga kini. Raja
Jayabaya sudah memprediksi sejak dulu bahwa pulau Jawa akan banyak
digenangi banjir. Zaman itu disebut olehnya Zaman Kalatirto.
Zaman Kalatirto atau zaman air, di Jawa sering terjadi banjir karena
Sang Hyang Raja Kano yang bertahta di Negara Purwocarito sering menata
batu besar untuk membendung kali dan bengawan. Ini dihitung mulai tahun
301-400 tahun surya atau mulai tahun 310-412 tahun candra.
3. Marak Seks Bebas
Raja Jayabaya juga banyak memberikan perlambang dan sindiran yang bisa
dibuktikan hingga sekarang, contohnya fenomena seks bebas yang hingga
kini masih sering terjadi di masyarakat. Menurut paranormal asal Kediri,
Jawa Timur, Ki Tuwu, kemahiran Prabu Jayabaya ini dia dapatkan dari
Syaikh Syamsuddin Al-Wasil.
Dalam Kitab Jangka Jayabaya pernah diungkapkan bahwa nanti akan banyak
kaum laki-laki dan perempuan yang akan kehilangan rasa hormat sampai
rasa malu.
"Ada lagi yang menarik ungkapan dalam Jangka Jayabaya yakni wong wadon
ilang kawirangane wong lanang ilang prawirane. Artinya banyak perempuan
hilang rasa malunya dan banyak laki-laki hilang kehormatannya. Saya
tidak mau mendahului kehendak Allah, namun ini sudah terbukti," kata Ki
Tuwu.
Yang terakhir Ki Tuwu menukil dari Jangka Jayabaya yakni akeh udan salah
mangsa, akeh prawan tua, akeh randa nglairake anak, akeh jabang bayi
lahir nggoleki bapake. Artinya banyak hujan turun bukan pada musimnya,
banyak perawan tua yang terlambat menikah karena terlalu memilih-milih
pasangan dan juga mementingkan karier. Banyak janda melahirkan anak
(akibat hubungan bebas) dan banyak yang lahir mencari siapa ayahnya.
"Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua agar tetap eling lan waspada," ujar Ki Tuwu.
4. Praktik Korupsi Dimana-Mana
Kitab Jangka Jayabaya memprediksi akan terjadi praktik korupsi di tanah
air yang dulu masih bernama Nusantara. Hal tersebut bisa dilihat dari
banyaknya pejabat yang haus akan kekuasaan dan melanggar sumpah-sumpah
jabatannya.
Perlambang itu lain adalah, akeh janji ora ditetepi, akeh wong nglanggar
sumpahe dewe (artinya - banyak orang melanggar janji dan sumpah jabatan
yang diartikan untuk para pejabat banyak dilanggar, misalnya hakim
berkhianat, pejabat yang korupsi dan lain sebagainya).
Akeh menungso mung ngutamakke duwit, lali kemenungsan, lali kebecikan
lali sanak lali kadang (Banyak manusia yang hanya mengutamakan uang,
lupa perikemanusiaan, lupa kebaikan dan lupa saudara.
"Silakan dinalar sendiri, kejadian-kejadian yang diramalkan Sang Prabu Jayabaya terbukti," kata Ki Tuwu.
5. Hilangnya Pasar Pagi Dan Munculnya Pesawat Terbang-Kereta Api
Menurut Ki Tuwu, dalam Kitab Jangka Jayabaya banyak mengeluarkan
sindiran untuk kehidupan di masa depan seperti sekarang. Jayabaya bisa
memprediksi akan muncul pesawat terbang dan kereta api. Selain itu pasar
rakyat yang biasanya ramai di pagi hari kini sudah tak bisa didengar
lagi dalam radius 5 km.
Beberapa sindiran tersebut antara lain, Mbesuk yen ana kereta mlaku
tanpa jaran, tanah Jawa kalungan wesi, prahu mlaku ing duwur
awang-awang, kali ilang kedunge pasar ilang kumandange. Iku tanda yen
tekane jaman Joyoboyo wis cedak.
"Kalau diterjemahkan - besok kalau sudah ada kereta berjalan tanpa kuda,
tanah Jawa berkalung besi - artinya adanya kereta api, perahu berjalan
di atas angkasa - artinya terciptanya pesawat terbang. Sungai hilang
kedungnya artinya kehilangan sumber air dan ini sudah terbukti, termasuk
pasar hilang kumandangnya, di mana zaman dahulu pasar di pagi hari
seperti suara lebah karena suara pedagang dan pembeli bisa terdengar di
radius 5 km," kata Ki Tuwu.
6. Tren Orang Mencari Pesugihan
Selain memprediksi munculnya teknologi pesawat terbang dan kereta api,
dalam Kitab Jangka Jayabaya juga mengatakan akan maraknya fenomena
orang-orang tergila-gila dengan pesugihan karena malas untuk bekerja
mencari uang.
Perlambang tersebut mengatakan - Akeh wong nyambut gawe apik-apik pada
krasa isin, luwih utama ngapusi. Wegah nyambut gawe kepengen kepenak,
ngumbar nafsu angkara murka, nggedekake duraka (Banyak orang yang
bekerja baik-baik merasa malu, lebih utama menipu. Banyak yang malas
bekerja tapi pengen kaya (mencari pesugihan tumbal,red). Banyak orang
mengumbar nafsu angkara murka dan memperbesar perbuatan durhaka).
Sumber: Disini